Jumat, 19 Agustus 2016

JALAN JALAN KE BAGIAN UTARA SWEDIA (PART 3) : MUSEUM UDARA JAMTLI

 




 
Masih bercerita tentang liburan summer di bagian utara Swedia, kali ini gue dan suami berkunjung ke sebuah tempat wisata, tepatnya kawasan museum udara bernama JAMTLI, terletak di kota Östersund.
Kunjungan wisata yang sekaligus mengulang memory, ketika  suami pernah mengunjungi tempat ini di masa kecilnya (kata dia sih).
 
Sebenarnya, bukan kali pertama gue memasuki museum udara seperti Jamtli. Mengingat Skandinavia dan sekitarnya lumayan banyak memiliki tempat wisata seperti ini. Sebut saja seperti Skansen di Stockholm dan Den Gamle By di Denmark. Malah kedua museum udara ini jauh lebih luas dan lebih besar jika dibandingkan dengan Jamtli.

Namun yang membuat Jamtli sedikit berkesan, full atraksi yang ditawarkan museum ini lumayan berhasil menggiring hayal gue ke masa lampau, tepatnya ke masa puluhan tahun bahkan ratusan tahun silam. Jamtli tidak semata mata hanya menawarkan koleksi benda antik yang tidak bersuara dan bergerak, melainkan melalui atraksi visualilasi yang dilakonkan oleh beberapa pekerja di museum ini, membuat suasana sekitar Jamtli menjadi lebih hidup.
 
 
Usai membeli tiket, gue dan suami langsung menuju ke sebuah pintu masuk, yang langsung disambut oleh sebuah pemandangan kota jadi jadian ala Jamtli, kota Östersund di tahun 1895. Ceritanya kota ini menggambarkan squarenya Östersund ratusan tahun silam. Tidak terlalu luas. Hanya terdiri dari beberapa gedung bergaya bahela. Simple namun suasana old townnya langsung ngena di mata. 
 

 
Dan tidak lama kemudian, kami  pun langsung disambut oleh penampakan benda benda antik seperti gerobak kayu tua plus drum bir yang terbuat dari kayu, sepeda ontel klasik dengan roda besar yang super besar, sampai orang orang yang terlihat beraktivitas di tengah square, lengkap dengan pakaian tradisional mereka. Mirip dalam film "Little House on the Prairie". 
Sama dengan kami, mereka layaknya seperti  turis yang sedang menikmati square Jamtli. Bedanya kami adalah turis beneran, sedangkan mereka adalah pelakon skenario dari pengelola Jamtli yang bertugas membuat atraksi yang sangat natural agar suasana di sekitar Square lebih terlihat menarik oleh pengunjung. Mereka bermain bola, engklek tanah sampai kuda putar. Bahkan ada juga yang hanya sekedar berdiri sambil ngobrol ketawa ketiwi. Semua dilakukan seolah olah turis tidak ada di sekitar mereka. Benar benar seperti menjalankan kehidupan sehari hari di jaman dulu. 
Namun bukan berarti pengunjung tidak bisa menyapa mereka juga. Jika disapa,  dengan senang hati mereka akan membalas. Bahkan untuk foto foto sekalipun.
Square
 
 
 
 
 
Ontel di tahun 1800 an
Bertamu ke Jamtli, sama artinya dengan hidup tanpa Credit Card, Debit Card bahkan cash money dalam bentuk Swedish Kronor. Ingat, anda memasuki kawasan di tahun 1800 an!
Agar suasana bahelanya benar benar berasa, maka setiap transaksi di kawasan museum udara ini diharuskan memakai mata uang Jamtli.
Caranya mudah saja, cukup menukar mata uang Swedish Kronor ke sebuah bank yang ada di sekitar square. Bank ecek-ecek gitulah. Nanti pegawai bank akan memberikan uang kertas senilai mata uang yang kita tukarkan. Nah, dengan uang  inilah pengunjung dapat melakukan transaksi jual beli di toko toko, cafe sampai restoran di kawasan Jamtli.
 
Candy klasik di toko Jamtli


Salah satu toko di Jamtli

Dan yang lebih menggemaskan lagi, ketika kami memasuki gedung bank, gue langsung terpana dengan ruangannya. 
Ruangan sederhana yang didominasi property berwarna coklat tua, plus seorang teller wanita lengkap dengan pakaian tradisional. Mirip bank di Film cowboy Texas  gitu deh. Tiba tiba perampok masuk dan........dar der dor. Hahahahaha.
Bank

Uang dari bank

Property antik di bank
Singkat cerita kami pun mengitari kawasan Jamtli. Satu persatu bangunan kami masuki. Mulai dari gedung laundry, ternyata dari jaman ratusan tahun silam, rumah loundry itu sudah ada. Cuma peralatannya masih sederhana. Proses memanaskan air masih menggunakan kayu bakar.  Dan ketika menyetrika, tangan tinggal mengayunkan pegangan kayu yang sudah terhubung dengan sebuah wadah besar berisi batu batu yang sangat berat dan menggilas pakaian yang ada dibawahnya. Gue dan suami sempat loh mengayunkan alat setrikaan ini. Dan itu berattttttt banget!!!
Apalagi gue mengayunnya sambil ketawa, makin berasa berat deh. Kocak pokoknya.
 
Rumah Loundry
 
Di sini air dipanaskan memakai kayu bakar
Selain itu, ada beberapa rumah tua yang kami masuki. Setiap rumah yang kami masuki,  di dalamnya pasti terdapat beberapa orang yang mengenakan pakaian tradisional. Dan biasanya, setelah melihat turis masuk, mereka spontan melakukan aktivitas layaknya kegiatan sehari hari. Mengerjakan sesuatu seolah-olah kami tidak ada di sana. Intinya sih kami tinggal melihat akting mereka saja.
Seperti memberitahu, gini lohhhhh....orang dahulu kala itu kegiatan sehari harinya seperti ini.
Biasanya setiap rumah dipenuhi oleh banyak orang. Seperti mengingatkan kembali, budaya masyarakat Swedia ratusan tahun silam. Dimana menghuni sebuah rumah oleh beberapa keluarga merupakan hal biasa. Seperti kakek, nenek, menantu, anak, cucu bahkan paman atau bibi. Kejadian yang sangat bertolak belakang dengan masa sekarang.
 
Ibu mengajari anaknya

Sebuah keluarga dengan aktivitas mereka di rumah

Jika pengunjung memasuki setiap rumah tua di kawasan Jamtli, kalimat  yang paling sering mereka ucapkan adalah "God dag, God dag", semacam sapaan "helo" nya orang Swedia versi yang lebih sopan.
Mungkin dianggap kehidupan orang dulu lebih menjaga tata krama, baik dalam berprilaku dan berbicara. Sehingga bahasa yang mereka gunakan pun tetap disesuaikan dengan kalimat sehari hari di jaman dulu.
Kalau di jaman sekarang, kalimat God dag hanya digunakan kepada orang yang jauh lebih tua dari kita. Tapi di Jamtli, sepertinya kalimat ini dipukul rata untuk semua kalangan usia.  Ini hal kecil namun sangat detail menurut gue. Sampai sebuah kalimat kebiasaan orang dulu pun disesuaikan dengan kehidupan di Jamtli yang memang mewakili era 1800 an silam.

Kegiatan yang kami temui di setiap rumah juga berbeda beda. Ada yang duduk bersama di meja makan sambil ngobrol dan ngopi, ada ibu yang sedang bercerita dengan anak anaknya, ada yang menyapu, membakar kayu api.
Bahkan ada satu rumah yang lumayan berhasil membuat gue kagum dengan akting mereka. Si ibu terlihat sibuk menghaluskan kopi, terus berjalan menuju meja, menuang air ke dalam gelas, lalu minum. Kemudian lanjut menghaluskan kopi lagi.
Anak perempuannya mencuci piring, adiknya bermain boneka kayu, dan tiba tiba seorang nenek dan perempuan hamil keluar dari kamar. Si nenek berkata supaya si perempuan hamil jangan terlalu capek, yang dijawab si perempuan dengan helaan napas. Dan sontak mereka semua yang ada di rumah itu beramai ramai menyuruh si perempuan hamil untuk istirahat. Semuanya dilakukan seolah olah kami tidak ada di ruangan itu.
Dan begitu kami keluar, terlihat beberapa wanita duduk di bangku kayu. Ngobrol santai ceritanya.  Tidak terlihat akting yang berlebihan atau kekakuan sewaktu mereka berbicara satu dengan yang lain. Semua dilakukan benar benar natural. Gue suka banget pokoknya.

Selain itu, rumah rumah yang kami masuki pun dilengkapi dengan peralatan peralatan antik. Sebut saja seperti panci antik yang berfungsi sebagai alat untuk mencuci muka atau mencuci tangan (model wastafel di jaman itulah). 
Baskom kaleng sebagai wadah untuk mencuci piring, lengkap dengan sabun dan sikat kumuh. Ditambah lagi peralatan kursi, piring, cangkir dan perabotan rumah tangga lainnya.
 
Tempat mencuci muka atau tangan. Pengganti wastafel. Hahaha

Sabun, sikat dan tempatnya

Tempat mencuci piring

Ruang tamu sebuah rumah tua di Jamtli
 
Peralatan retro  di meja makan
Bahkan gue juga melihat alat pengering/pelurus/pengkriwil rambut, ternyata ratusan tahun silam sudah ada. Meskipun penggunaannya masih sangat manual. Dengan cara memanaskan alat ke atas api terlebih dahulu. Hahahahahha. Kebayangkan mak!
 
Gila ya, ratusan tahun silam mereka sudah mengenal alat menata rambut kaya gini, walaupun penggunaannya sangat sederhana. Btwy, di rumah gue ada loh ini, suami yang nyari di gudang. Peninggalan keluarga besarnya. Hahahahha

Kami sempat masuk ke sebuah toko yang menjual barang retro. Tidak berselang lama, tiba tiba dua orang wanita masuk lengkap dengan baju Isauranya (Btwy...tau Isaura kan?...hahaha). 
Mereka seolah olah hendak membeli sesuatu juga. Melihat lihat barang di dalam toko.  Lagi lagi tujuannya cuma satu, membuat kami yang berbelanja di toko itu bisa benar benar merasakan belanja di toko jadul era tahun 1800 an. Gila ah..dpokoknya semua detail banget skenarionya.
Pas kami akan membayar, ternyata uang Jamtli kami tidak cukup. Dan beneran bokkk, si petugas tidak mau menerima uang cash Swedish Kronor kami. Mau tidak mau suami pun harus menukar lagi ke Bank. Untungnya tidak jauh.
Membeli souvenir di toko retro. Pegawainya tidak menerima uang SEK, harus dari bank Jamtli. Hihihi
Yang tidak kalah menarik lagi, tidak jauh dari toko retro di atas, terdapat sebuah studio photo. Studio photo ala ala Victoria Style. Huaaaaa....... gue langsung mupeng. Keren banget foto foto mereka. Mulai dari studio dan contoh foto fotonya murni berlatar belakang tahun 1800-an. Namanya Oscar Olsson Fotograf.
Pertama kami disambut seorang wanita berpakaian ala ala bangsawan jaman dulu. Wajahnya serius. Pokoknya setiap toko yang gue masuki, pegawainya pelit senyum. Jarang tertawa lepas layaknya orang Swedia di jaman sekarang. Semuanya memiliki wajah serius, jaim, dan kalaupun tersenyum ya tersenyum di era 1800-an. Yang serba kaku. Tapi bukan berarti tidak ramah. Lagi lagi skenario sedang berjalan. Hahahaha.
 
Harga untuk satu frame photo lumayan mahal menurut gue. Awalnya mau memilih frame ukuran kecil saja.  Namun suami gue malah kurang setuju. Katanya nanggung banget. Ya sudahlah akhirnya mengeluarkan kocek 1000 SEK lebih untuk sebuah foto berukuran kurang lebih 30X40 cm.
Setelah memilih dari beberapa jadwal foto yang ada, si wanita jaim itu pun mencatatnya di sebuah buku jadul dengan sebuah tinta pena yang tak kalah jadul juga. Pokoknya asli deh, benar benar  sehari itu hidup gue di bumi ratusan tahun silam. Hahahaha.
Studio Photo

Sukaaaa
Singkat cerita, foto foto pun dimulai. Kami langsung dibawa ke sebuah ruangan berisi lemari pakaian, sepatu, acecoris dan property foto lainnya. Tinggal memilih mau baju model apa, warna apa, sepatu size berapa, semua ada dan lengkap. Sebelumnya kami sudah memberitahu model foto seperti apa yang kami mau. Contoh contoh fotonya sudah ada.

Contoh contoh Photo

Pas nyobain baju di fitting room rasanya ribet banget deh. Kancing bajunya kaya lontorso gitu. Mana bajunya berat banget.......! dan.........panasssssss!
Tinggi badan gue pun cuma smekot (semeter kotor) doang kan,  jadi ya gitu deh, bajunya sukses kepanjangan di badan. Nah, enaknya gue langsung dibantu ama si nyonya tadi. Bantu ngancingin dan  ngencengin tali baju biar ga melorot. Dikasih bros antik. Kemudian rambut gue ditata rapi ala ala nyonya jaman dulu. Diberi jepitan sisir dan topi bulu bulu melambai ke kiri dan ke kanan. Hahahaha.
 
Dan lagi lagi, sambil membantu gue, si nyonya mengajak berbicara layaknya kepada customer di tahun 1800-an gitu. Mimik mukanya serius dan bersahaja.  Bicaranya mulai dari wanita itu harus rapi, harus terlihat menawan, Aduh....gue jadi geli sendiri ga tau mau ngomong apa. Gue rasanya mau bilang "aduh nyakkk...ga ikutan akting yak" Hahahahhahha.
Gue serasa si Rose dalam cerita Titanic deh, sewaktu didandani emaknya. *ngakak* 

Tibalah acara foto memoto. Sampai di sini pun si nyonya tadi masih memeriksa dengan detail. Contohnya ketika kami akan di foto, dia melihat kuteks di tangan gue dan beberapa cincin yang gue pakai. Dia bilang terlalu modern dan tidak sesuai dengan konsep foto yang ada. Lalu gue diberi kain putih polos untuk menutupi kedua tangan gue. Tapi jatuhnya malah lebih bagus, karena memberi  warna yang sedikit cerah dari keseluruhan warna hitam yang gue kenakan. 
Dan lagi lagi kami diingatkan untuk tidak tersenyum lebar ketika foto memoto berlangsung.  "Ini suasana formil",  itu kata mereka.

Pantas saja jika melihat foto foto bahela jaman dulu, apalagi album foto keluarga suami,  semua mukanya pada tegang dan ga ada senyum. Gila deh, pas acara foto fotoan pun, suasananya seperti jaman lampau, banyak banget aturannya. Mata ke sini, mata kesana, dagu harus tegak, badan jangan bungkuk, harus bersahaja, yang akhirnya kepala gue tiba tiba migran. Hahhahaha.
Oh ya satu lagi, si photographer juga menggunakan alat foto jadul. Kalau camera pastinya sudah modern ya, lengkap dengan tripod. Tapi tempat cameranya itu loh, super antik. Dimasukin ke sebuah kotak yang tertutup kain. Dan ketika memoto, si photographer memasukkan kepalanya ke dalam kotak diantara juntaian kain yang memanjang ke bawah. *Lagi lagi gue ngakak nih nulisnya*. Nah....Fotoan pun akhirnya selesai juga.  
Hasilnya...............?? Hmmmmm....................kami harus menunggu dua jam lagi! Huaaaa ga sabar!

Restoran HOV di Jamtli

 

Berhubung sudah lapar, kami putuskan untuk makan siang. Bangunan restoran  di Jamtli keren. Halaman luarnya juga nyaman.

Halaman luar restoran. Adem
 
 
Karena waktu kami masih banyak, sebelum mengambil hasil foto, kami pun mengitari bagian lain kawasan Jamtli. Semakin ke ujung, terdapat beberapa tempat dengan latar belakang kehidupan yang lebih modern. Katakanlah kehidupan di era 1940-an.

Shell antik
 
Ada pom bensin tua, ada farm place yang dihuni oleh beberapa keluarga tapi tinggal dalam satu rumah. Konon rumah di kawasan ini dulunya ditinggali oleh keluarga miskin yang dibantu pemerintah dengan memberi pinjaman bank beserta bunga yang rendah. Sehingga warga bisa membeli sebidang tanah kecil dan menggarap serta mendirikan rumah di sekitar farm place. 

Rumah di dalam foto ini, aslinya ada di foto bawah
 
 

Ceritanya bersama petani di tahun 1940 an. Itu si ibu doyan bercerita. Profesi aslinya sebagai guru, tapi sengaja ikut bergabung di Jamtli meramaikan museum udara ini di saat summer. Katanya sangat excited bisa berlakon seolah olah berada dikehidupan masa lampau.

Setelah dipotong, rumput di jemur di atas kayu seperti ini. Menjadi jerami untuk makanan sapi dan ternak lain.
Kehidupan pertanian sangat jelas terlihat di sekitar kawasan yang disebut Per-Albintorpet ini.  Mulai dari jenis tanaman yang ditanam, tumpukan jerami, gudang berisi peliharaan ternak (walaupun ternaknya terbuat dari patung kayu doang) tapi penataan gudangnya persis dibuat seperti sungguhan. Jerami berserak dimana mana, benda benda tergeletak tidak rapi, yaaa namanya gudang gimana sih, bisa bayangin kan. Cuma ya tidak bau, karena memang tidak ada binatangnya. Paling ayam ayam montok yang berkeliaran di sekitar farm place. 
Dan lagi lagi, kami melihat beberapa orang di sekitar farm place yang sibuk bekerja memotong jerami, lengkap dengan pakaian model di tahun berlangsung. Sedikit lebih modern. 
 
Alat mengangkat air
 
Gudang ini terlihat sangat nyata. Padahal tidak ada binatang sungguhan di dalam. Tapi benar benar dibuat sedemikian rupa dan terlihat asli
 

Ayam montok hahahaha
Ada juga bangunan rumah seorang pegawai kereta api yang sehari harinya bertugas mengangkat dan menutup plang kereta. Rumahnya persis di samping rel. Isi rumah masih lengkap dan tertata/terawat rapi. 
Dan biasanya setiap rumah rumah yang dimasuki oleh pengunjung, tak jarang berdiri cafe cafe kecil, untuk sekedar bisa meminum kopi atau membeli ice cream. 


Rumah pegawai rel kereta api. Masih terawat rapi. Rel kereta berada tepat di belakang rumah ini
 
Kulkasnya lucu...hahahhaha. Kulkas tahun 1940 an kaya gini nih. Sementara gue baru mengenal kulkas di tahun 1980 loh, lumayan juga perbedaan waktunya ya.
 
Salah satu ruangan di dalam rumah pegawai rel. Ada piringan hitam dan piano tua di sampingnya


Salah satu cafe di sekitar Jamtli. Lucu dan unik ya
Ketika berjalan di sepanjang kawasan Jamtli, tidak jarang kami melihat mobil bahela yang membawa pengunjung untuk mengelilingi kawasan museum udara ini. Bentuknya lucu.
Mobil antik yang hilir mudik di kawasan Jamtli
Ada kuda!
 
Pagar kayu plus bunga liaryang banyak menghiasi kawasan Jamtli
 
Setelah puas berkeliling, akhirnya kami pun balik ke studio photo. Si nyonya langsung memperlihatkan hasilnya. Dan................. taraaaaaaaaa.........!
INI HASILNYA................!!!! Hahahahaha
 
Hahahahahhahahahahha
Terus terang hati gue agak loyo melihat hasilnya. Muka kami berdua tegang banget. Terutama gue, rasanya kurang cocok dengan pakaian model gitu. Aura bulenya ga ada. Secara memang model baju gini familiarnya di badan bule ya. Body yang langsing, tinggi dan putih. Dan gue sempurna membuat hancur foto itu. Hahahhahaa.
Tapi at least gue senang mak...punya kenangan memamakai foto ala ala bangsawan jaman dulu. Lihat dong topi gue...*ngakak habis*
 
 
Salah satu wajah kawasan Jamtli, banyak rumah rumah tua.

Jamtli merupakan museum udara yang berkesan buat gue. Enaknya lagi tempat ini tidak terlalu luas, jadi pas untuk dijalani. Tidak terlalu capeklah. Ketika gue mengunjungi Skansen dan Den Gamle by, atraksi yang gue lihat tidak sebanyak dan sedetail ini. Paling mereka cuma jalan jalan doang itu pun tidak terlalu banyak. Lagi lagi liburan yang menyenangkan.
 


Gereja kecil di Jamtli

Menggores pena di buku tamu gereja di Jamtli


Sekitar Jamtli

 
 

See you in my next story
 
 
Salam dari Mora
Dalarna, Swedia.
 


Tidak ada komentar: