Kamis, 25 Agustus 2016

JALAN JALAN ke BAGIAN UTARA SWEDIA (PART 5) : MELIHAT PAVILIUN THAILAND DAN AIR TERJUN MATI di RAGUNDA.

Ahaaa!!
Akhirnya sampai juga di bagian terakhir edisi Jalan Jalan ke Bagian Utara Swedia. Uda kaya sinetron aja, ampe part 5 *Uhuk*
Hmmmm...sebenarnya uda mulai malas dan capek...hahahahha. Tapi ga tau kenapa, rasanya kalau tidak menulis di blog kok ya ada yang kurang. Langsung kangen. Dan memang gue sudah bertekat harus merampungkannya secepat mungkin. Takut kelupaan.
Meskipun yang ditulis bukan sesuatu yang luar biasa banget, tapi yang namanya jalan jalan, apalagi tempatnya baru pertama kali dikunjungi,  rasanya sayang aja untuk tidak diceritakan.
 
Tempat wisata kali ini lumayan mampu membuat gue terperangah!
Jujur mak, gue baru tau kalau Thailand mempunyai bangunan mirip istana di Swedia. Persis seperti The Royal Palace di kota Bangkok. Nah, yang begini ini yang unik. Agak langka menurut gue.
 
  
Bahkan suami gue pun tadinya tidak tau, kalau bukan karena melihat tulisan di papan rambu lalu lintas. Apalagi waktu itu sudah di atas pukul 5 sore. Namun  berhubung kami sekalian lewat, suami pun mengajak untuk singgah. Awalnya gue tidak begitu yakin dan sempat berpikir, sebegitu besarnya apresiasi pemerintah Swedia terhadap negara Thailand sampai rela membangun paviliun mirip istana?  Pasti ada alasannya. Penasaran banget pokoknya. Lebih tepatnya lagi gue jelesssss!!! Harusnya keraton juga dibangun dong. Hahahahha.

Dan rasa penasaran itu pun semakin bertambah, ketika jalanan menuju paviliun melewati jalan kecil yang kiri kanannya banyak pohon. Mirip hutan. Dan lumayan jauh dari jalan utama. Ini beneran ga sih, jangan jangan suami gue salah menafsirkan lagi.
Kalau pun benar, masa iya lokasinya di daerah sepi. Kenapa tidak dibangun di kota besar atau paling ga di tempat yang lumayan ramai dan gampang terlihat banyak orang. Sampai akhirnya gue pun melihat papan bertuliskan "Thailändsk Paviljong" atau Paviliun Thailand. 

Dan rasa penasaran tadi terjawab sudah, ketika melihat sebuah bangunan yang mirip banget dengan istana Thailand di Bangkok. Tidak terlalu besar. Tapi karena bangunan ini berdiri di sebuah area yang sangat luas, ibarat seorang ratu, paviliun terlihat sangat anggun dan cantik!
Bahkan cenderung magis. Mungkin karena saat itu situasi di sekitar Paviliun sangat sepi, sepanjang mata memandang, hanya tanah kosong ditumbuhi rumput hijau, dan beberapa bangunan rumah serta cafe. 
Berhubung kami datangnya sudah kesorean, loket sudah tutup. Dan sampai kami meninggalkan tempat ini,  gue belum mendapatkan jawaban yang pasti, mengapa Paviliun Thailand sampai dibangun di Utanede.

 

View di sekitar Paviliun. Hamparan tanah luas dan rumput hijaunya asri banget



Bangunan yang terlihat di sekitar Paviliun. Sepertinya cuma ada 3 atau 4 rumah saja
Ketika melewati jalan pulang, tiba tiba gue tertarik dengan sebuah bangunan dengan tulisan huruf Thailand di depan halamannya. Sepertinya bangunan ini terlewatkan oleh gue sebelumnya. Dan benar saja, ternyata bangunan museum kecil. Dan lagi lagi kami tidak bisa masuk ke dalam.

Museum kecil di jalan Chulalongkorn, Utenade

 
Dan ujung ujungnya Wikipedialah yang menjawab semua pertanyaan di kepala gue. 
Ceritanya, pembangunan Thailand Paviliun (King Chulalongkorn Memorial Building), berawal dari kunjungan raja Thailand bernama Chulalongkorn di tahun 1897 ke beberapa tempat di Swedia. Kunjungan yang tidak lain atas undangan raja Oscar (raja Swedia pada saat itu).
Undangan yang bertujuan untuk memperkenalkan budaya, keindahan alam dan sistem pengolahan kayu di negara Swedia pada masa itu. Dari sekian tempat yang dikunjungi oleh raja Chulalongkorn, ada beberapa desa yang mencuri perhatiannya. Sebut saja keindahan alam di sekitar desa Utanede dan keramahan serta antusias warga Bispgården menyambut kedatangannya. 
Sampai akhirnya limapuluh tahun setelah kunjungan tersebut, pemerintah kota Ragunda pun sepakat memberi nama jalan di desa Utanede dengan sebutan Chunglalokorn.

 

Cafe di sekitar Paviliun

 
Konon raja Thailand Chulalongkorn  yang berkunjung ke Utanede terpesona dengan keindahan alam desa ini.
Di tahun 1992, sekelompok penari Thailand mendengar bahwa ada jalan di sebuah desa Utanede bernama Chulalongkorn. Akibat penasaran mereka pun mengunjungi desa tersebut. Sesampainya di Utanede, mereka sangat senang karena berita itu benar adanya.
Dari sinilah kemudian muncul ide untuk membentuk sebuah yayasan Chulalongkorn, yang bekerja sama dengan pemerintah kota Ragunda untuk melakukan pembangunan paviliun sang raja. 

Pembangunan dimulai tahun 1997 dan selesai pada tahun 1998. Sekaligus memperingati ke 101 tahun kunjungan sang raja ke Ragunda. Pembangunan gedung paviliun diperkirakan memakan biaya sekitar 7 juta SEK dan untuk mempercantik bangunan gedung dan sekitarnya, termasuk mahkota paviliun yang berlapiskan emas, memakan biaya sekitar 3 juta SEK. Proyek dua negara ini melibatkan banyak pihak, baik itu kalangan pengusaha Thailand, warga Swedia, dan pemerintah kota Ragunda. Untuk bangunan paviliun dikerjakan langsung oleh tenaga ahli dari Swedia sedang untuk hiasan mahkota paviliun bergaya Thailand dikerjakan oleh warga yang sengaja didatangkan dari Thailand.


 
Gue tidak tahu, apakah cerita sejarah ini ada pengaruhnya terhadap Warga Thailand yang lumayan banyak di Swedia. Dan sebaliknya, warga Swedia pun sangat familiar dengan wisata Thailand. Yang pasti apapun itu, gue berterima kasih karena berkat warga Thailandlah gue bisa melengkapi bumbu asia di dapur gue. Hahahahahha.

 

 
Masih dari wilayah Ragunda, kami juga menyempatkan singgah ke sebuah tempat wisata yang lumayan unik bernama DÖDA FALLET (The Dead Fall).
Kenapa sampai disebut The Dead Fall, yang pasti ada ceritanya.
Berkisah dari Storforsen, air terjun  dengan kekuatan arus yang lumayan deras. Karena di masa lampau belum ada sarana transportasi angkutan yang memadai, maka segala batang kayu yang di tebang dari hutan dibawa melalui arus air, termasuk danau Ragunda.

 
Persoalan kemudian muncul ketika kayu kayu tersebut jatuh melalui aliran air yang deras, yang mengakibatkan kayu menjadi rusak.   
Kemudian atas permintaan perusahaan kayu pada masa itu, seorang kontraktor bernama Magnus Huss diminta untuk memperkecil resiko kerusakan kayu ketika berada di aliran arus air. Apa boleh buat, Magnus Huss lebih memilih jalan pintas dengan melakukan pekerjaan yang tidak terlalu ribet dan menguras tenaga. Sesimpel yang ada dipikiran beliau saat itu.
Daripada harus membangun kanal air yang baru, mending membendung  air danau di sisi barat sebelah air terjun. Dan Magnus hanya menahan air dengan tumbukan batu batu kerikil. Akibat dari ide gilanya yang tidak masuk akal inilah, air yang dia bendung meluap dan tumpah menggilas semua area pedesaan dan peternakan. Dan amazingnya tidak ada korban jiwa dalam kejadian itu. Lagi lagi begitu yang bisa gue simpulkan, kurang pintar juga ngejelasinnya. Pokoknya air terjunnya mati deh. Hahahahha.

Kejadian ini terjadi di suatu malam tepatnya pada tanggal 6 Juni 1796. Dalam tempo kurang lebih 5 jam, air danau Ragunda menjadi kosong melompong dan otomatis mematikan aliran air  terjun. Air terjun seketika mati dalam waktu sekejap. Itulah sebabnya mengapa sampai sekarang kawasan di sekitar air terjun disebut sebagai The Dead Fall.
Dan akibat kegilaannya itu, Magnus Huss pun diberi julukan "VILD HUSSEN" atau "The Wild Huss".
Namun tidak semua orang membenci sang kontraktor ini, banyak juga yang mengucapkan terimakasih atas kegilaannya. Karena secara tidak langsung dengan kosongnya air danau Ragunda, membuat mereka memiliki lahan darat untuk pertanian dan peternakan yang lebih luas sekaligus memunculkan pemukiman baru.

Kawasan air terjun. Sudah tidak ada airnya.


 
Kami tidak lama di tempat ini, karena sudah malam, dan tentunya tidak bisa melihat lebih jelas ke bawah. Untungnya matahari masih bersinar lumayan terang.  
Foto pun tidak banyak yang bisa gue ambil. Cuma ada beberapa aja. Silahkan di Google atau LIHAT DI VIDEO INI. Tempatnya memang sangat menarik. Video bukan milik gue, sumber dari Yutube. Yang pasti tempat ini memang terkenal sebagai tujuan wisata di Ragunda.

Sampai kami meninggalkan The Dead Fall, gue masih ga habis pikir kalau daratan yang gue lihat, tadinya merupakan aliran danau Ragunda dan air terjun. Dan sekarang sudah dijadikan sebagai tempat pemukiman, bahkan rel kereta api pun sudah dibangun di sekitarnya.
Suami gue tak henti hentinya tertawa mengingat kekonyolan si kontraktor. "Apa yang ada di benak dia ketika melihat air danau tumpah ruah kemana mana?" Pertanyaan suami yang gue jawab dengan "Aku mulai ngantuk" hahahahhaha. Yang artinya kami harus segera tiba di hotel.


 
Demikianlah berbagi cerita liburan gue di bagian Utara Swedia. Liburan yang berkesan sampai gue niat banget menulisnya menjadi beberapa bagian. Tujuannya cuma satu, supaya yang ngebaca bisa tahu, tidak harus melancong ke negara lain pun, tempat tempat yang tidak jauh dari kita mampu membuat terkesima dan memiliki cerita unik. Tak terkecuali Swedia, keindahan alamnya mengurai sejuta cerita. Baik di bagian Selatan maupun Utara negara ini  selalu memberi hiburan tersendiri di setiap liburan gue. Semoga menjadi tulisan yang berguna!



Salam dari Mora,
Dalarna Swedia. 
 


Selanjutnya ajheris akan lebih aktif menulis di alamat blog yang baru dan bisa dikunjungi di : ajheris.com

Tetap ikuti tulisan gue ya, kali aja tar gue bagi bagi hadiah kecil sehubungan dengan tulisan gue. Doakan aja tiba tiba gue ga malas bagi bagi hadiahnya. Hahahaha.
 
 

Tidak ada komentar: